Sore ini kuliah KI sedikit berbeda, tidak berada dalam kelas atau bermain game seperti biasanya. Kali ini kami mengunjungi sebuah pondok sosial yang terletak di Keputih Tegal, tak jauh dari ITS. Pondok sosial ini adalah milik pemerintah kota Surabaya, sebenarnya hanya pondok transit untuk menampung gepeng, orang-orang terlantar serta beberapa orang psikotik hasil cidukan polisi dan satpol PP. Setelah kondisi mereka cukup membaik, mereka akan diambil kembali oleh keluarga mereka atau jika tidak ada keluarga yang menjemput mereka akan dipindahkan ke panti khusus untuk tunawisma dan tunakarya, disana mereka akan diajarkan berbagai macam keterampilan, sehingga kelak mereka siap untuk bekerja.
Disana kami disambut hangat oleh pengurus dan beberapa penghuni panti. Kemudian kami mulai bersosialisasi degan beberapa penghuni panti yang ada disana. Kebetulan kelompok saya mendapat kesempatan untuk berbincang lebih dalam dengan seorang wanita parubaya yang bernama ibu Sujanna atau biasa dipanggil Bu Janna. Memang tak banyak informasi yang bisa kami korek dari bu Janna, beliau terlihat sangat pendiam dan pemalu untuk berbagi cerita. Sedikit demi sedikit dengan nada agak terbata-bata beliau bercerita tentang kisah hidupnya yang menurut saya sangat memillukan. Bu Janna adalah seorang mantan Tenaga Kerja Wanita ( TKW ) yang pernah bekerja selama tiga tahun di Malaysia. Beliau berasal dari Jombang dan telah berada di panti tersebut kira-kira sejak tiga bulan yang lalu. Beliau berbagi kisah hidupnya mulai ketika beliau masih kecil, Bu Janna memang berasal dari keluarga tak punya, dulu ketika beliau masih kecil ibunya selalu pergi untuk mencari beras di pelabuhan, dengan cara apa? Dengan mengais sisa-sisa beras yang berjatuhan yang diangkut oleh para kuli dari kapal menuju gudang di pelabuhan. Sejak kecil beliau memang sangat pendiam dan jarang bersosialisasi dengan orang-orang, bahkan berkali-kali beliau bilang “ maaf saya memang sulit untuk bicara, kadang saya takut ketika melihat banyak orang”.
Saat di Malaysia beliau bekerja sebagai cleaning service di sebuah pabrik, gajinya hanya 300 ringgit per bulan, menurut beliau gaji tersebut tidak sesuai dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disana. Beliau juga bercerita ketika di Malaysia dulu, beliau hampir dibunuh oleh temannya sesama orang Indonesia, karena temannya tersebut merasa iri atas ketekunan bu Sujanna, sehingga mendapat perlakuan lebih dari bosnya. Entah bagaimana beliau bisa kembali lagi ke Indonesia, beliau tidak sempat bercerita, saya pun sebenarnya tidak tega melihat beliau yang terlihat lesu dan terlihat sedikit linglung. Beliau tertangkap oleh satpol PP ketika berada di ampel, sebenarnya disini beliau sedang mencari ibunya yang pindah rumah dari Jombang ke Surabaya, tapi begitu malang nasibnya, karena kehabisan uang beliau harus berjalan berkilo-kilo hingga suatu hari ditangkap oleh satpol PP karena dikira gelandangan. Wanita yang hanya menempuh pendidikan sampai kelas 6 SD ini sebenarnya adalah bungsu dari lima bersaudara, keempat kakaknya yang lain sudah bekerja dan berkeluarga, beliaupun juga tidak tahu dimana keberadaan keempat kakaknya tersebut.
Disini beliau sudah merasa lebih aman dan senang, “sudah banyak teman-teman di sini yang menghibur saya” , ungkapnya. Mungkin di pondok sosial ini lebih banyak lagi gepeng yang bernasib lebih pilu dari pada bu Sujanna, dari sini saya mulai berfikir betapa beruntungnya saya masih mempunyai keluarga yang sangat menyayangi saya, punya kesempatan belajar , mempunyai teman-teman yang baik dan tempat tinggal yang layak. Saya tidak bisa membayangkan seandainya saya menjadi mereka, terpisah dari keluarga, merasakn kesendirian dan jauh dari kata hidup yang layak. Meskipun disini mereka sudah merasa lebih baik dan nyaman daripada di tempat mereka dulu ( jalanan dan emperan toko ), tapi saya yakin dalam hati kecil mereka, mereka pasti merindukan kehangatan dan kasih sayang keluarga.
Di akhir acara ada salah satu teman kami yang menyanyikan lagu berjudul Bunda karya musisi Melly Goeslow, bu Janna tak bisa lagi membendung kesedihannya, dia teringat pada ibunya yang selama ini sedang dia cari, saya berusaha memegangi tangannya yang terasa sangat dingin, kami berusaha menenangkan Bu Janna, hemm.. sekali lagi betapa beruntungnya saya.
Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang kuasa
Cinta kita di dunia
Selamanya . . . . .
Mengagumi keberuntungan kita saja tidak cukup...
ReplyDeleteiyya fed.. harus berusaha dan berjuang untuk membahagiakan orang tua sebagai wujud rasa syukur kita :D
ReplyDeletesudah seharusnya kita bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang..
ReplyDeleteyaa memang sudah menjadi kewajiban kita, :D
ReplyDeletewaaah inspiratif Rindang.. jadi sadar selama ini kurang bersyukur banget :(
ReplyDeletekuliah KI memang selalu bermanfaat bagi kita....
ReplyDelete