Saturday, November 26, 2011

Tradisi Malam Satu Suro, Salah Satu Potensi Wisata Budaya di Indonesia

Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah memasuki tahun baru hijriyah. Sebelumnya saya mengucapkan selamat tahun baru 1433 Hijriyah pada seluruh reader blog ini. Semoga tahun ini menjadi tahun yang lebih baik dan barokah. Nah, sudahkah anda tahu apa itu tahun hijriyah? .Tahun hijriyah merupakan tahun dalam kalender islam, kalender hijriyah ditetapkan pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Pada masa itu telah disepakati bahwa awal tahun hijriyah atau tanggal 1 hijriyah adalah saat hijrahnya Nabi Muhammad SAW bersama umatnya dari Mekkah ke Madinah.Nama-nama bulan pada tahun hijriyah sendiri antara lain Muharam, Shafar, Rabi'ul awal, Rabi'ul akhir, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa'dah dan Dzulhijjah. 

Ada beberapa ritual atau tradisi unik di penjuru tanah air yang dilakukan untuk menyambut malam tahun baru hijriyah atau yang lebih dikenal dengan sebutan malam satu suro di daerah jawa. Sebagian besar masyarakat jawa menganggap malam satu suro adalah malam yang sakral, sehingga mereka melakukan banyak tradisi yang sering dihubungkan dengan hal-hal mistis, misalnya arak-arakan, larung sesaji dan sebagainya.. Tradisi-tradisi tersebut merupakan aset budaya yang sangat berharga, bahkan menjadi salah satu potensi wisata budaya yang sangat menarik, terutama bagi wisatawan asing. Nah, berikut adalah tradisi malam satu suro yang sering dilakukan di beberapa daerah di tanah air. 

Yang pertama adalah di keraton Surakarta Hadiningrat, setiap malam satu suro keraton Surakarta selalu melakukan arak-arakan kebo bule. Kebo bule merupakan hewan yang dianggap keramat oleh keraton dan masyarakat. Nama yang digunakan untuk menyebut kebo bule di Kasunanan Surakarta adalah Kyai Slamet.


Arak-arakan kebo bule saat malam satu suro di Surakarta

Berikutnya adalah tradisi di wilayah keraton Ngayogyakarta atau keraton Yogyakarta. Di daerah keraton Yogyakarta dilakukan ritual mubeng beteng, yaitu berjalan memutari beteng keraton dengan membawa benda pusaka dengan tidak mengucapkan sepatah katapun. Atau lebih dikenal dengan mbisu mubeng beteng. Selain itu dilakukan pula ritual siraman dan kirab pusaka. 



Tradisi mbisu mubeng benteng di Yogyakarta

Di daerah Ponorogo Jawa Timur, ada tradisi grebeg suro. Grebeg suro merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah Ponorogo sebagai wujud pengembangan budaya dan wisata, disamping untuk memperingati datangnya tahun baru Hijriyah. Menariknya, selain diadakan acara kirab, juga diadakan perlombaan kesenian reog atau festival reog nasional yang diikuti oleh para seniman reog di seluruh tanah air.  Ada juga acara  larung sesaji yang dilakukan di telaga Ngebel.


Perayaan festival reog di Ponorogo



Nah, tiga tradisi tersebut merupakan tiga tradisi yang sangat terkenal dan masih dipertahankan hingga sekarang. Selain untuk menjaga tradisi serta budaya, acara-acara tersebut juga menjadi tujuan wisata budaya yang sangat unik dan menarik. Masih banyak tradisi-tradisi lain yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menyambut tahun baru Hijriyah yang bisa dijadikan sebagai tujuan wisata budaya. Tinggal bagaiman kita mempromosikan dan mengenalkannya kepada para wisatawan. 
Berbanggalah menjadi bangsa Indonesia karena berbagai macam tradisi dan budayanya. 

Visit Indonesia  . . .

No comments:

Post a Comment